top of page

Internet Masih Diblokir: Jadi Kitorang Harus Beli Sinyalkah?


PT. SOLID GOLD BERJANGKA BALI - Sebuah rumah dengan corak bangunan lama di Jalan Hamid Hakim, tepatnya di seberang Masjid Agung Ashliyah Padang Panjang, Sumatra Barat tampak ramai dengan santri berpakaian baju kurung. Puluhan santri itu anak didik di Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang. Para santri ikut meramaikan peresmian Museum Rahmah El Yunusiyyah.

Rumah yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda tersebut terbuat dari kayu. Kondisi rumah sudah sangat terawat, terlebih kini sudah menjadi museum. Di rumah itu dulu bermukim Rahmah El Yunusiyyah. Seorang perempuan yang dikenal sebagai ulama kharismatik, pejuang perang kemerdekaan, guru agama, dan bidan desa.

“Orang mengatakan beliau multitalenta, punya kecerdasan jamak, seorang guru agama, seorang pemimpin, pejuang perang, bundo kanduang, dan dia juga seorang bidan,” kata Direktur Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, Fauziah Fauzan El Muhammady, kepada Republika, Senin (26/8).

Fauziah merupakan cicit atau generasi keempat dari Rahmah El Yunusiyyah. Fauziah menceritakan, Rahmah sejak kecil berada di lingkungan terdidik. Ia menimba ilmu di Diniyyah School yang didirikan kakak tertuanya, Zainuddin Labay. Hal itu membuat Rahmah tumbuh menjadi perempuan yang tidak biasa di lingkungannya.

Rahmah yang lahir pada tahun 1900 punya kecerdasan tingkat tinggi dan punya visi yang kuat untuk membawa perubahan. Pada 1923 atau di usia 23 tahun, Rahmah mendirikan Almadrasatud Diniyyah Lil Banaat atau sekarang dikenal Sekolah Diniyyah Puteri. Sekolah yang bertujuan mencerdaskan kalangan perempuan di Padang Panjang dan Minangkabau secara umum. Bahkan, sekarang Diniyyah Puteri sudah menamatkan begitu banyak alumni yang tersebar di Indonesia dan dunia.

Rahmah, menurut Fauziah, ingin mengubah cara pandang terhadap perempuan. Di matanya, perempuan tidak hanya untuk berdiam di rumah mengurusi urusan rumah tangga, tapi perempuan harus terdidik dan memberikan peranan penting bagi orang lain tanpa harus meninggalkan tugas utamanya sebagai perempuan. Selain itu, Rahmah juga mengubah cara pandang seorang guru atau pendidik.

“Guru itu harus tahu bahwa murid-muridnya membutuhkan yang baik dan banyak. Oleh sebab itu, ia sendiri lebih dahulu mempersiapkan diri dengan lebih baik dan lebih banyak.”

“Guru itu harus sanggup mencarikan gaya dan variasi dalam menerangkan pelajaran pada muridnya sehingga pelajaran itu menjadi hidup dalam pikiran jiwa murid-murid tersebut.”

“Lakukanlah tugas mendidik itu dengan gembira dan penuh kesabaran serta dengan penuh kesadaran bahwa Anda adalah dalam melaksanakan tugas suci yang dituntut oleh agama dan bangsa kita.”

Kata-kata mutiara dari Rahmah ini, menurut Fauziah, punya arti dan makna yang mendalam buat seorang pendidik. Bahwa menjadi pendidik, seperti misalnya di pesantren tidak hanya meminta menguasai Alquran dan hadis. Tapi, lebih dari itu, memberikan pemahaman dan membuka cara berpikir anak didik agar ilmu-ilmu berguna buat kehidupan sehari-hari.

Cara pandang Rahmah dalam hal mendidik ini harus berubah seiring perkembangan zaman. Bahwa setiap zaman kondisi dan situasi akan berbeda. Sehingga, cara guru menerangkan pelajaran dan mengajarkan ilmu-ilmu pun harus berkembang sesuai perkembangan zaman.

Di museum Rahmah EL Yunusiyyanh ini, publik akan dapat mengenali kehidupan Rahmah yang berjuang dalam dunia pendidikan. Di mana saat di zaman Kolonial Belanda dan tradisi Minangkabau, seorang perempuan tidak diwajibkan sekolah.

Karena, ilmu agama yang kuat melekat pada dirinya, Rahmah pada 1934 telah menyampaikan pandangannya bahwa tidak perlu ada gerakan untuk emansipasi perempuan. Apalagi, untuk mendapatkan pendidikan.

Karena, dalam Islam sudah diatur dalam Alquran surat al-Azhab ayat 35. Rahmah memaknai ayat tersebut bahwa dalam hukum Islam tidak ada larangan dan hambatan bagi wanita untuk tampil ke muka menjadi politisi, menjadi diplomat, menjadi sastrawan, bahkan menjadi pejabat, asalkan sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunah, serta tidak bertentangan dengan kodrat wanita.

“Jadi, kita buatlah museum ini supaya masyarakat dan publik dapat mengenali sosok Ibunda Rahmah. Tokoh panutan yang kontribusinya sangat besar buat Indonesia,” ujar Fauziah.

Fauziah juga menceritakan kisah keterlibatan Rahmah dalam perjuangan di medan perang. Rahmah adalah pendiri Batalyon Merapi yang menjadi cikal Tentara Keamanan Rakyat yang sekarang menjadi TNI. Saat itu, Rahmah yang punya pengaruh kuat bersedia turun memimpin perjuangan di medan perang untuk melawan penjajah Belanda dan juga Jepang.

Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran mengatakan, kehadiran Museum Rahmah El Yunusiyyah akan menjadi saksi sejarah dunia pendidikan, dan perjuangan kaum perempuan di Padang Panjang buat Indonesia. Fadly ingin kehadiran museum Rahmah El Yunusiyyah ini menjadi ikon dunia pendidikan Sumbar dan Indonesia.

“Kami bangga punya museum Rahmah El Yunusiyyah. Untuk mengenang dan belajar tentang seorang perempuan yang patut kita hargai, ini bukti kekayaan dunia pendidikan dan sejarah perjuangan perempuan Padang Panjang,” ujar Fadly.


SUMBER : REPUBLIKA.CO.ID


1 view0 comments

Comments


bottom of page